Dengan Menyebut nama ALLAH yang Maha Pengasih & Maha Penyayang

Translate

Sabtu, 10 Desember 2011

kafirkah negara indonesia ???

Kafirkah Negara indonesia ???

Al-Jamu wattartib Oleh : Fajri Hidayat Al-Bughory

Banyak diantara saudara kita para muslimin  yang mengatakan bahwasanya Negara Indonesia bukanlah  termasuk Negara Islam karena hukum di indonesia berlandas kepada Thogut  ‘ Pancasila’,dan pada akhirnya  lahirlah dari stetmen tersebut wacana yang mengatakan bahwasanya Presiden Indonesia adalah Kafir sehingga haram hukumnya untuk ditaati.
Apakah benar demikian ??? Insya ALLOh dalam tulisan ini saya akan membahasan secara ringkas masalah ini ( dengan kadar keilmuan saya yang sedikit ini dalam menukil pendapat Ulama Ahlus sunnah wal jamaah ), dan sekaligus menjadi sedikit bahan renungan serta bantahan terhadap pemikiran takfir yang melanda  sebagian muslimin yang mau tidak mau pemikiran mereka ternyata telah terkontaminasi Akidah dan pemikiran Sesat para Khowarij!!-Waliyadzu billah

A. Indonesia bukan Negara Islam ???
                Sebelum kita membahas apakah Indonesia Negara Islam atau bukan, kita harus mengetahui dulu apa itu Darul ( Negara ) Islam dan Darul  Kufur( atau bisa dikatakan juga Daulah Islamiyyah dan Daulah Kafiroh )[1].
                Para ulama' ahlus sunnah membagi suatu negeri menjadi 2 macam yaitu Darul Islam dan Darul Kufur, namun mereka berbeda pendapa tentang indikasi yang dijadikan  patokan dalam menghukumi suatu negeri apakah Darul Islam atau Darul Kufur, namun yang paling Rojih adalah bahwa suatu negeri  dikatakan  Darul Islam jika mayoritas penduduknya  muslim Dan amalan serta  syi'ar – syi'ar Islam  tampak pada penduduk negeri tersebut[2] seperti adzan, shalat 5 waktu, shalat Jum'at, Shalat 'Ied dan lain sebagainya[3], adapun dalilnya adalah :
Dari Anas bin Malik radhiyallaHu 'anHu, ia berkata, "Adalah Rasulullah jika hendak menyerang daerah musuh ketika terbit fajar.Beliau menunggu suara adzan, jika beliau mendengar adzan maka beliau menahan diri, dan jika tidak mendengar maka beliau menyerang"[4]
1.       Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata,"Hadits ini menunjukan bahwa adzan menahan  serangan  kaum muslimin kepada penduduk negeri daerah tersebut, karena adzan  tersebut  merupakan  dalil atas keislaman mereka" [5]
2.       Al-Imam  Qurthuby  berkata, "Adzan adalah tanda yang membedakan antara Darul Islam dan Darul Kufur" [6]
3.       Az Zaqarny berkata, "Adzan adalah syi'ar Islam dan termasuk tanda yang membedakan Darul Islam dan Darul Kufur"[7]
Sekarang mari kita lihat diNegeri terciinta Indonesia ini, Apakah Syiar-syiar agama dilarang oleh pemerintah? Apakah diNegeri kita ini suara Adzan tak terdengar lagi?? Apakah pemerintah melarang kita untuk menegakan Sholat??? Jawabannya pasti tidak, dan inilah sebabnya bahwasanya Negara Islam termasuk Negara Islam.
Dan kalau kita mau jujur serta memperhatikan  bahwasanya  tidak semua hukum di Indonesia menggunakan hukum kafir, coba kita lihat hukum pernikahan, warisan, perceraian dan lain sebagainya yang kesemua itu ternyata  dari hukum Islam, bukankah itu merupakan Syiar agama??
Maka anehlah perkataan Usamah bin Laden – Semoga Alloh memaafkannya dan kita semua- Sebagaimana dimuat dalam koran Ar-Ra`yil ‘Am  Al-Kuwaiti edisi 11-11-2001 M,  Usamah bin Laden menjawab: “Hanya Afghanistan sajalah Daulah Islamiyyah itu.Adapun Pakistan. dia memakai undang-undang Inggris. Dan saya tidak menganggap Saudi itu sebagai negara Islam…” (????????!!!!!!!!!????????) Jika ia telah menghukumi negara Arab, terkhusus Saudi Arabia sebagai negara kafir —padahal di Saudi Arabia telah diterapkan syi’ar-syi’ar Islam secara umum dan menyeluruh bahkan ditegakkan pula hukum-hukum had dan hukum Islam yang lainnya—maka bagaimana dengan  Indonesia ini?[8]
Maka akibat dari keputusan tersebut di atas melahirkan keputusan berikutnya, yaitu: kewajiban memerangi negara-negara tersebut .Kita berdoa kepada Allah  semoga memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kaum muslimin untuk kembali kepada jalan pemahaman yang lurus, yaitu pemahaman as-salafush shalih, generasi terbaik umat ini.


B. Kafirnya orang yang berhukum selain Hukum ALLOH
Masalah Takfir, adalah masalah yang berat konsistennya[9], yang seyogyanya tidak masuk kedalam bab tersebut, kecuali Ulama yang amin dan Tsiqoh dalam Ilmunya yang mengembalikan seluruhnya kepada ALLOH dan Rosulnya, bukan seorang yang awam  apalagi orang yang dipayungi Hawa Nafsunya – wal iyadzu Billah-
 Adapun mereka yang mentakfirkan orang yang berhukum selain Alloh, Berdalil dengan Firman ALLOH : ". Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah.orang-orang yang kafir"[Al-Ma’idah : 44]    Maka siapapun orang yang berhukum selain hokum ALLOh adalah KAFIR!!!
Maka tuduhan itu kita jawab dengan Atsar Sahabat Nabi yang paling tahu tafsir Al-Qur’an yaitu lbnu Abbas Rodhiyallahu anhuma[10]  Ia berkata :
إنه ليس كفرا ينقل من الملة كفر دون كفر
“Sesungguhnya kekufuran dalam ayat ini bukan kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari agama, dia adalah kufur duna kufrin (kufur kecil yang tidak mengeluarkan pelakunya dan lslam)”.[11]
Syubhat berikutnya yang mereka lontarkan, mereka menyatakan bahwa pendapat yang membagi kekufuran menjadi dua : “kufur akbar” dan “kufur duna kufrin” [12](kufur kecil) adalah pendapat Murjiah sebagaimana dikatakan oleh Abu Bashir
di dalam sebagian dari bait-bait syairnya yang melecehkan paraulama :
    “Mereka memandang kekufuran dengan perkataan yang melampaui batas,
                                                keimanan Murji’ah Dan menyifatinya sebagai kufur duna kufrin”[13]
 
KEDUDUKAN TAFSIR IBNU ABBAS RODHIYALLAHU ANHUMA TERHADAP “AYAT HUKUM”[14]
Mari kita cermati pendapat  para Ulama tentang ayat hukum ini :
[1]. Al-Hafizh Ibnu Jarir Ath-Thobari Rohimahullah berkata dalam Tafsir-nya (6/256). : Telah mengabarkan kepada kami Hannad dia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Waki’ dan telah mengabarkan kepada kami lbnu Waki’ bahwasanya dia berkata: Telah mengabarkan kepada kami bapakku dari Sufyan dari Ma’mar bin Rosyid dari lbnu Thowus dari bapaknya dari lbnu Abbas rodhiallahu anhu (tentang ayat) ... Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Ma‘idah : 44), dia (lbnu Abbas Rodhiyallahu anhuma) berkata: “ini adalah kekufuran dan bukan kufur kepada Alloh, para malaikatNya, kitab-kitab-Nya, dan para rosul-Nya.”
Dan  Para perowi riwayat ini adalah orang-orang yang tsiqoh (terpercaya) dan para imam, dan sanad inii dishohihkan oleh Syaikh al-Albani rohimahullah dalam Silsilah Shohihah 6/113 .
[2]. Al-Hakim Rohimahullah berkata dalam Mustadrok-nya (2/342) : Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Sulaiman al-Mushili dia berkata : Telah mengabarkan kepada kami Ali bin Harb dia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Sufyan bin Uyainah dari Hisyam bin Hujair dari Thowus dari lbnu Abbas RodhiYallahu anhu dia berkata: “Dia bukanlah kekufuran yang kalian ( para Khowarij )katakan, sesungguhnya dia adalah kekufuran yang tidak mengeluarkan dari Islam. (Ayat yang artinya:) .... Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orangoranyangkafir(Al-Ma‘idah 51:44).”ini adalah kufur duna kufrin“
Sesudah membawakan riwayat ini, al-Hakim rohimahulloh berkata : “Ini adalah hadits yang shohih sanadnya” dan disetujui oleh Dzahabi rohimahullah dalam Talkhis Mustadrok 2/342 Syaikh Al-Albani rohimahullah berkomentar :
 “Keduanya berhak mengatakan hadits ini shohih atas syarat Bukhori dan Muslim karena memang demikian keadaannya.”[Silsilah Shohihah 6/113]
[3]. Al-Imam Ibnu Jarir rohimahullah berkata dalam Tafsir-nya (6/257) : Telah mengabarkan kepadaku Mutsanna dia berkata : Telah mengabarkan kepada kami Abdulloh bin Sholih dia berkata: Telah mengabarkan kepadaku Mu’awiyah bin Sholih dari Ali bin Abu Tholhah dari lbnu Abbas Rodhiyallahu anhuma tentang firman Allah ... Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (Al-Ma ‘idah : 44); (lbnu Abbas Rodhiyallahu anhu berkata): “Barangsiapa yang juhud (mengingkari) apa yang diturunkan oleh Alloh maka sungguh dia telah kafir, dan barangsiapa yang mengakui apa yang diturunkan oleh Alloh dan tidak berhukum dengannya maka dia zholim lagi fasik.”
Dan  Abdulloh bin Sholih dikatakan oleh lbnu Hajar: “Shoduq Katsirul Gholath Tsabt fi Kitabihi (shoduq, banyak salah kuat dalam kitabnya)’, Mu’awiyah bin Sholih dikatakan oleh lbnu Hajar dalam Taqrib: “Shoduq Lahu Auham (shoduq, memilikibeberapakesalahan)”. Ali bin Abu Tholhah dikatakan oleh lbnu Hajar dalam Taqrib: “Shoduq Qod Yukhti’u (shoquq, kadang salah)’ dia dikritik dalam riwayatnya dari lbnu Abbas rodhialLahu anhu oleh beberapa ulama seperti Duhaim dan lbnu Hibban bahwasanya Ali bin Abu Tholhah tidak pernah mendengar riwayat langsung dari lbnu Abbas Rodhiyallahu anhuma(Lihat Tahdzibut Tahdzib 7/339-341), tetapi hal ini  dijawab oleh Abu Ja’far an-Nuhas dan lbnu Hajar bahwa Ali bin Abu Tholhah mengambil riwayat tafsir dari lbnu Abbas Rodhiyallahu anhuma dengan perantaraan orang-orang yang tsiqoh seperti Mujahid dan lkrimah“[Lihat Nasikh dan Mansukh hal 13 dan Al-Itqon 2/415]
Naskah tafsir lbnu Abbas dari riwayat Abdulloh bin Sholih dari Mu’awiyah bin Sholih dari Ali bin Abi Tholhah ini dijadikan rujukan oleh al-Imam Ahmad bin Hambal rohimahullah. dan banyak dibawakan oleh al-Imam Bukhori dalam Shohih-nya [Lihata sy-Syari’ah oleh Ajuri hal.78 , Tahdzibut Tahdzib 7/340, dan Fathul Bar! 8/438]
Riwayat Ali bin Abu Tholhah dihasankan oleh Suyuthi serta dishohihkan oleh Al-Hakim dan Adz-Dzahabi [Lihat Al-Itqon 2/241 dan Mustadrok 3/23]

PARA ULAMA BERSANDAR KEPADA TAFSIR IBNU ABBAS RODHIYALLAHU ‘ANHUMA TENTANG “AYAT HUKUM”
Hal lain yang menunjukkan keshohihan tafsir lbnu Abbas Rodhiyallahu anhuma, para ulama Ahli Sunnah wal Jama’ah dari zaman tabi’in hingga zaman ini selalu bersandar kepada tafsir lbnu Abbas Rodhiyallahu anhu terhadap ayat hukum, sebgaimana didalam nukilan-nukilan berikut ini:
1). Atho’ bin Abu Robah, seorang tabi’in, menyebut ayat 44-46 surat al-Ma’idah, dan berkata: “Kufrun duna kufrin (kufur kecil), fisqun duna fisqin (fasik kecil), dan zhulmun duna zhulmin (dzolim kecil)” [Diriwayatkan oleh lbnu Jarir dalam Tafsir-nya 6/256 dan dishohihkan sanadnya oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah Shohihah 6/114]

       2). Thowus bin Kaisan, salah seorang tabi’in, menyebut ayat hukum dan berkata :”Bukan kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari agama” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam Tafsir-nya 6/256 dan dishohihkan sanadnya oleh Syaikh Al-Albani dalam SilsiIah Shohihah 6/114]
3).Al-Imam Ahmad bin Hanbal ditanya tentang maksud kufur dalam ayat hukum, maka beliau berkata : “Kekufuran yang tidak mengeluarkan dari keimanan”[Majmu’Fatawa7/254]
4). Al-Imam Abu Ubaid Al-Qosim bin Salam membawakan tafsir lbnu Abbas dan Atho’ bin Abu Robah terhadap ayat hukum dan berkata : “Maka telah jelas bagi kita bahwa kekufuran dalam ayat ini tidak mengeluarkan pelakunya dari agama Islam, dan bahwasanya agamanya tetap eksis meskipun tercampur dengan dosa-dosa.” [Kitabul lman hal. 45]

        5). Al-Imam Bukhori berkata dalam Shohih-nya (1/83) : “Bab Kufronil ‘Asyir wa Kufrun Duna Kufrin’ al-Haflzh Ibnu Hajar berkata :”Penulis (Al-Imam Bukhori) mengisyaratkan kepada atsar yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam Kitabul Iman dari jalan Atho’ bin Abu Robah dan yang lainnya” [FathuIBari1/83]
6). Al-Imam Ibnu Jarir Ath-Thobari menyebutkan lima pendapat para ulama tentang tafsir ayat hukum kemudian berkata : “Pendapat yang paling utama menurutku adalah pendapat yang mengatakan bahwa ayat-ayat ini turun pada orang-orang kafir ahli kitab, karena ayat-ayat sebelum dan sesudahnya turun pada mereka, merekalah yang dimaksudkan dengan ayat-ayat ini, dan konteks ayat-ayat ini adalah khobar (kabar) tentang mereka, maka keberadaannya sebagai kabar tentang mereka lebih utama.
 7). Al-Imam Baihaqi berkata dalam Sunan Kubro (10/207): “Yang kami riwayatkan dari al-Imam Syafi’i dan para imam yang lainnya tentang para ahli bid’ah ini mereka maksudkan kufur duna kufrin (kufur kecil) sebagaimana dalam firman Alloh.
“Artinya : ..Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”(AI-Ma’idah : 44); lbnu Abbas Rodhiallahu anhumas berkata : Dia bukanlah kekufuran yang kalian (para Khowarij) katakan, sesungguhnya dia adaiah kekufuran yang tidak engeluarkan dari Islam. Ini adalah kufur duna kufrin.”
8). Al-Imam Ibnu Abdil Barr berkata dalam At-Tamhid (4/237) : “Telah datang dari lbnu Abbas Rodhiallahu anhuma bahwasanya dia berkata tentang hokum penguasa yang lancung, kufrun duna kufrin”
 9). Al-Imam Qurthubi berkata:”Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Alloh karena menolak al-Qur’an dan juhud (mengingkari) pada perkataan Rosul Shallallahu alaihi wa sallam maka dia kafir, ini adalah perkataan Ibnu Abbas Rodhiyallahuanhuma dan Mujahid”[Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an 6/190]
10).Syaikhul Islam lbnu Taimiyyah menafsirkan ayat hukum di atas dengan mengatakan: “Yaitu seorang yang menghalalkan berhukum dengan selain hokum Alloh.”[Majmu’Fatawa3/268]
 Beliau juga berkata: “Ketika datang dari perkataan salaf bahwasanya di dalam diri seseorang ada keimanan dan kemunafikan, maka demikian halnya perkataan mereka bahwasanya di dalam diri seseorang ada keimanan dan kekufuran ; kekufuran ini bukanlah kekufuran yang mengeluarkan seseorang dari agama, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas Rodhiallahuanhuma dan para sahabatnya tentang tafsir firman Alloh.“Artinya : Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Alloh, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (Al-Ma’idah : 44); mereka berkata :”Dia adalah kekufuran yang tidak mengeluarkan dari IsIam” Perkataan ini diikuti oleh Imam Ahmad dan yang lainnya dari para Imam Sunnah.” [Majmu’ Fatawa 7/312]
11). lbnul Qoyyim membawakan tafsir Ibnu Abbas, Thowus, dan Atho’ bin Abu Robah terhadap ayat hukum dan berkata :”Hal ini jelas sekali dalam al-Qur’an bagi siapa saja yang memahaminya, karena Alloh menyebut kafir seorang yang berhukum dengan Selain hukum Alloh, dan menyebut kafir seorang yang mengingkari pada apa yang Dia turunkan pada Rosul-Nya; dua kekufuran ini tidaklah sama” [Ash-Sholat  wa Hukmu Tarikiha hal.57]
12). Syaikh Al-Albani berkata: “Kesimpulannya, ayat hukum ini turun pada orang-orang Yahudi yang juhud (mengingkari) hukum Alloh. Barangsiapa yang ikut serta mereka dalam juhud, dia telah kafir dengan kufur i’tiqodi; dan barangsiapa yang tidak ikut serta mereka dalam juhud maka kufurnya amali[15], karena dia melakukan amalan mereka, maka dia telah berbuat kejahatan dan dosa, tetapi tidak keluar dari agama sebagaimana telah terdahulu (keterangannya) dari lbnu Abbas Rodhyiallahuanhuma ”[Silsilah Shohihah 6/115]
13). Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin berkata : Adapun yang berhubungan dengan atsar Ibnu Abbas Rodhiallahu anhuma di atas, cukuplah bagi kita bahwa para ulama yang mumpuni seperti Syaikhul Islam lbnu Taimiyyah dan Ibnul Qoyyim dan selain keduanya telah menerimanya dengan baik, mereka membawakan dan menukilnya, maka atsar ini adalah shohih” [Ta’liq terhadap risalah Syaikh Al-Albani at Tahdzir min Fitnati Takfir hal. 69]
Dan Syekh Al-Utsaimin memberikan perincian[16] tentang masalah orang yang berhukum selain hukum Alloh  yaitu: Adapun bagi orang yang membuat undang-undang hukum lain -padahal ia mengetahui ada hukum Allah dan hukum buatannya ini menyelisihi hukum Allah- maka orang ini telah mengganti syari’at Allah dengan undang-undang buatannya. Berarti ia kafir. Sebab, dengan adanya undang-undang buatannya ini, tidaklah ia membenci syari’at Allah, melainkan karena pasti -ia yakini- bahwa undang-undang tersebut lebih baik bagi manusia dan negara dibanding syari’at Allah.
Meskipun kami mengatakan bahwa ia kafir (artinya, perbuatan itu bisa menyebabkan kekafiran), Akan tetapi bisa jadi si pembuat undang-undang tersebut ma’dzur (termaafkan). Karena, misalnya ia terpedaya. Umpamanya dikatakan kepadanya,‘Ini tidak menyalahi Islam’, atau ‘Ini termasuk mashalih mursalah’, atau ‘Ini termasuk masalah yang oleh Islam dikembalikan kepada manusia’[17].Selanjutnya, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata lagi:
Hendaknya difahami, bahwa seseorang wajib merasa takut kepada Allah (Rabb-nya) dalam menetapkan semua masalah hukum. Sehingga hendaknya, ia tidak terburu-buru menetapkan kepastian hukum, khususnya berkaitan dengan takfir (menjatuhkan hukum kafir terhadap seseorang). Suatu (penetapan hukum) yang kini menjadi mudah diucapkan oleh sebagian orang yang memiliki ghirah agama yang tinggi dan sangat emosional, tanpa berpikir jeli.
Padahal jika seseorang mengkafirkan orang lain, sedangkan orang lain itu tidak kafir, maka tuduhan kafir kembali kepada dirinya.
        Mengkafirkan seseorang akan mengakibatkan banyak konsekwensi hukum. Diantaranya, orang yang dikafirkan menjadi halal darah dan hartanya. Begitu pula semua konsekwensi hukum kafir lainnya. Sebaliknya, kita tidak boleh pula takut mengkafirkan orang yang telah dikafirkan oleh Allah dan RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun tetapi wajib membedakan antara takfir mu’ayyan (mengkafirkan terhadap pribadi tertentu) dengan takfir ghairil mu’ayyan (mengkafirkan secara umum, tidak kepada pribadi tertentu). Sekian perkataannya.
Saya teringat kisah Imam Ahmad ibn Hambal Rohimahulloh saat berhadapan dengan Kholifah Al-Ma’mun Al-Abbasi saat memaksa beliau dan para rakyat untuk meyakini kemakhlukan Al-Qur’an dan bukan Kalamulloh ( ini adalah aqidahnya aliran sesat jahmiyah) tapi tak ada seorangpun termasuk beliau yang mengkafirkan Kholifah Al-Ma’un bahkan sampai saat ini..
Bayangkan kekejaman Al-Mamun dan bandingkan dengan SBY, apakah SBY mengatakan Al-Quran adalah makhluk ( yang sungguh ini lebih rentan terhadap kekafiran ketimbang berhukum dengan Togut)??apakah SBY memaksa rakyatnya atau menyiksa mereka untuk meyakini khulqul Quran??jawabannya pasti tidak, namun apakah yang menyebabkan kita mudah menyulut kebencian bahkan vonis kafir terhadapnya?? apakah karena indonesia bukanlah sebuah negara yang diakui oleh Islam sehingga SBY bukanlah termasuk amir kita??Atau apakah karena kebencian kita terhadap SBY karena tidak becus dalam pemerintahan serta dzolim terhadap rakyatnya[18]
Yang Padahal kepemimpinan SBY sah sekalipun tidak berdasarkan apa yang telah digariskan Islam, berkata Imam Ahmad dalam kitabnya Ushulus Sunnah, pada ashl (prinsip) yang ke-28 tentang taat kepada Amir, ia berkata:
"Mendengar dan taat kepada para imam (pemimpin pemerintahan ) dan Amirul Mukminin, yang baik maupun yang jahat. Begitu juga (mendengar dan taat kepada) orang yang memegang tampuk kekhalifahan yang telah disepakati dan diridhai oleh umat manusia. Demikian pula (mendengar dan taat kepada) orang yang dapat mengalahkan manusia dengan pedang hingga menjadi khalifah (pemimpin) dan disebut  Amirul Mukminin".
                Dari perkataan tersebut jelaslah, bahwa orang yang diangkat menjadi pemimpin baik itu dengan cara damai ataupun dengan cara kekerasan[19] bahkan dengan cara membunuh tetaplah sah, maka kenapa kita tidak mengakui kesahan pengangkatan pemimpin Indonesia yang pada akhirnya Manusia menyepakatinya – sekalipun dengan  system  Bid’ah demokrasi yang kita akui kebejatannya -.??[20]
                Dan sekiranya perlu diketahui bahwa pemilihan pemimpin berdasarkan keturunan adalah boleh dan sah dalam hukum Islam[21], sehingga salahlah pendapat Sayyid Quthub (tanpa mengurangi keutamaannya) –semoga Allah mema’afkan kita dan dia- yang diambil oleh mayoritas kaum muslimin pada hari ini, tentang persangkaannya bahwa pemilihan Mu’awiyah Radhiyalahu ‘anhu, kemudian anaknya (Yazid bin Mu’awiyah,) telah keluar dari kaidah dasar Islam dalam masalah kekuasaan : Yaitu pemilihan kaum muslimin secara mutlak! Sebagaimana dia telah salah dalam persangkaannya bahwa “seorang penguasa dalam agama Islam mengambil hukum dari satu sumber, yaitu kehendak rakyat!”. Dia beranggapan bahwa metode yang benar dalam memilih pemimpin ialah : “Kita bermusyawarah dengan seluruh (rakyat) dengan metode yang menjamin bisa diterima semua orang!”[22] Dan menurutnya, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berhak mengangkat seorangpun sebagai pemimpin tanpa musyawarah kaum mukminin’[23]
Maka hendaklah kita mentaati pemimpin kita walaupun ia sedzolim apapun asalkan ia muslim, karena bagaimanapun pemimpin jika berpendapat sesuatu yang ma’ruf wajib kita taati keputusannya, sekalipun bertentangan dengan pendapat kita[24]  namun pemimpin tidaklah wajib mengikuti pendapat kita[25]
                Namun demikian pembahasan ini, Demi Alloh tidak untuk melegalkan hukum dengan Togut – Karena hukum dengan selain Syariat Islam adalah haram bahkan masuk kepada kekufuran - ataupun membela SBY . Namun untuk menjungjung Ad-ADhoruriyat al-Khoms[26] yang datang dengannya Islam serta untuk menghilangkan virus-virus Khowarij[27] yang tumbuh subur  bak jamur di Indonesia[28].

c. Apakah wajib taat terhadap pemerintah Indonesia yang berhukum Thogut[29]
Para ulama kaum muslimin seluruhnya sepakat akan kewajiban taat kepada pemerintah muslim dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena Allah Tabaraka wa Ta’ala telah memerintahkan hal tersebut sebagaimana dalam firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (An-Nisa’: 59)
 Demikian pula, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam telah berwasiat:
 “Aku wasiatkan kalian agar senantiasa taqwa kepada Allah serta mendengar dan taat kepada pemimpin (negara) meskipun pemimpin tersebut seorang budak dari Habasyah.” (HR. Abu Dawud, no. 4609 dan At-Tirmidzi, no. 2677)
                Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah menjelaskan diantara prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah: “Dan kami tidak memandang bolehnya memberontak kepada para pemimpin dan pemerintah kami, meskipun mereka berbuat zhalim. Kami tidak mendoakan kejelekan kepada mereka. Kami tidak melepaskan diri dari ketaatan kepada mereka dan kami memandang ketaatan kepada mereka adalah ketaatan kepada Allah sebagai suatu kewajiban, selama yang mereka perintahkan itu bukan kemaksiatan (kepada Allah). Dan kami doakan mereka dengan kebaikan dan keselamatan.” (Al-Aqidah Ath-Thahawiyah, Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi Al-Hanafi rahimahullah)
AI-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah juga menukil ijma’. Dari Ibnu Batthal rahimahullah, ia berkata: “Para fuqaha telah sepakat wajibnya taat kepada pemerintah (muslim) yang berkuasa, berjihad bersamanya[30], dan bahwa ketaatan kepadanya lebih baik daripada memberontak.” (Fathul Bari, 13/7)
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, dalam kitab karyanya, Ushulus Sunnah, pada ashl (prinsip) yang ke-28 berkata:"Mendengar dan taat kepada para imam ( pemerintah ) dan Amirul Mukminin, yang baik maupun yang jahat[31]. Begitu juga (mendengar dan taat kepada) orang yang memegang tampuk kekhalifahan yang telah disepakati dan diridhai oleh umat manusia. Demikian pula (mendengar dan taat kepada) orang yang dapat mengalahkan manusia dengan pedang hingga menjadi khalifah (pemimpin) dan disebut Amirul Mukminin".
Yang menjadi pertanyaan kita saat ini, apa Bolehkah Membangkang Kepada Pemerintah Indonesia karena Tidak Berhukum dengan Syari’at Islam? Dibahasan ini, Saya lampirkan Fatwa dari As-syekh Al-Utsaimin berikut ini:
Pertanyaan: Fadhilatusy Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah ditanya tentang hukum menaati pemerintah yang tidak berhukum dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulillah shallallaahu ‘alaihi wa sallam?
 Jawab: “Pemerintah yang tidak berhukum dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah tetap wajib ditaati dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya[32], serta tidak wajib memerangi mereka dikarenakan hal itu, bahkan tidak boleh diperangi kecuali kalau ia telah menjadi kafir, maka ketika itu wajib untuk menjatuhkannya dan tidak ada ketaatan baginya.
Berhukum dengan selain Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya sampai kepada derajat kekufuran dengan dua syarat: 1) Dia mengetahui hukum Allah dan Rasul-Nya. Kalau dia tidak tahu, maka dia tidak menjadi kafir karena penyelisihannya terhadap hukum Allah dan Rasul-Nya. 2) Motivasi dia berhukum dengan selain hukum Allah adalah keyakinan bahwa hukum Allah sudah tidak cocok lagi dengan zaman ini dan hukum lainnya lebih cocok dan lebih bermanfaat bagi para hamba.
Dengan adanya kedua syarat inilah perbuatan berhukum dengan selain hukum Allah menjadi kekufuran yang mengeluarkan dari Islam[33], berdasarkan firman Allah: “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah: 44)
Pemerintah yang demikian telah batal kekuasaannya, tidak ada haknya untuk ditaati rakyat, serta wajib diperangi dan dilengserkan dari kekuasaan. Adapun jika dia berhukum dengan selain hukum Allah, namun dia tetap yakin bahwa berhukum dengan apa yang diturunkan Allah itu adalah wajib dan lebih baik untuk para hamba, tetapi dia menyelisihinya karena hawa nafsu atau hendak menzalimi rakyatnya, maka dia tidaklah kafir, melainkan fasik atau zhalim, dan kekuasaannya tetap sah.
Mentaatinya dalam perkara yang bukan kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah wajib. Tidak boleh diperangi, atau dilengserkan dengan kekuatan (senjata) dan tidak boleh memberontak kepadanya. Sebab Nabi shallallahu’alaihi wa sallam melarang pemberontakan terhadap pemerintah (muslim) kecuali jika kita melihat kekafiran nyata dimana kita mempunyai alasan (dalil) yang jelas dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.” [34]
Kesimpulan Wajib taat kepada pemerintah Indonesia dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah Ta’ala. Tidak boleh memberontak atau membangkang meskipun mereka tidak berhukum dengan hukum Allah, sebab kafirnya seseorang karena tidak berhukum dengan hukum Allah perlu adanya syarat-syarat yang terpenuhi (syuruth at-takfir) dan terangkatnya penghalang (intifaul mawani’). Selama syarat-syarat itu belum terpenuhi dan penghalang-penghalangnya belum terangkat maka hukum asalnya ia adalah muslim. Jika ia seorang penguasa, berlaku baginya hak-hak seorang penguasa muslim.

D. Khilafah Shohihah dan Khilafah Batilah
                Rosululloh Sholallohu alaihi waslam bersabda dalam hadits Hudzaifah :“Akan ada masa kenabian pada kalian selama yang Allah kehendaki, Allah mengangkat atau menghilangkannya kalau Allah menghendaki. Lalu akan ada masa khilafah di atas manhaj nubuwwah selama Allah kehendaki, kemudian Allah mengangkatnya jika Allah menghendaki. Lalu ada masa kerajaan yang sangat kuat selama yang Allah kehendaki, kemudian Allah mengangkatnya bila Allah menghendaki. Lalu akan ada masa kerajaan (tirani) selama yang Allah kehendaki, kemudian Allah mengangkatnya bila Allah menghendaki. Lalu akan ada lagi masa kekhilafahan di atas manhaj nubuwwah.“ Kemudian beliau diam.”[35]
Dalam hadits di atas sangat jelas bahwa khilafah di atas manhaj nubuwwah (jalan Nabi) merupakan suatu karunia Allah semata. Tak seorang muslim pun yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kecuali pasti dia akan mengharapkan terwujudnya khilafah tersebut dan kelak akan terjadi karena  Allah telah menjanjikan kepada umat ini akan terwujudnya kembali khilafah tersebut di tengah-tengah mereka[36] .
Permasalahannya adalah bahwa sebagian kaum muslimin mengalami  Kerancuan dalam memahami makna khilafah di zaman ini. Mereka membatasi makna khilafah pada kekuasaan yang mencukup seluruh negeri-negeri kaum muslimin. Mereka menyangka, menurut syari’at hanya khilafah sebagai bentuk pemurnian dalam masalah kekuasaan. Sehingga menyebabkan sebagian para pemuda dari umat ini yang telah Allah berikan semangat, tetapi mereka tidak dianugerahi ilmu dan keteguhan -menolak bentuk-bentuk sistem kekuasaan selain khilafah. Di tengah pengamatan dan ketegersaaan mereka terhadap model pemerintahan teladan tersebut, mereka menggugurkan syarat rusyd (kelurusan) dan hidayah (petunjuk). Sehingga mereka sibuk dan terburu-buru mendirikan khilafah dalam negara dan mencari amir yang harus mereka bai’at.
Yang padahal pemimpin dan Negara yang mereka tinggali adalah Negara yang sah karena telah berdiri diatas syarat-syaratnya[37], sehingga yang harus mereka lakukan adalah bagaimana mendirikan daulah itu didalam diri sendiri lalu mendakwahinya dengan pondasi dan tujuan Tauhid sehingga berdirilah khilafah islamiyah dimuka Bumi ini pada akhirnya[38]
Dari hadits Hudzaifah di atas, jelas bagi kita bahwa meskipun suatu negara atau pemerintah tidak berbentuk khilafah  -baik itu berbentuk kerajaan, republik, parlementer atau yang lainnya-  selama masih memenuhi kriteria dan definisi sebagai negara Islam, maka statusnya tetap sebagai negara Islam. Sehingga kewajiban mendengar dan taat tetap berlaku dan tidak boleh memberontak kepadanya,.
Dan perlu diketahui juga bahwa penegakan Khilafah hukumnya bukanlah wajib ain bagi seluruh muslim, tapi kifayah sebagaimana yang diterangkan para ulama[39],dan berdirinya Khilafah bukanlah ujuan utama agama ini, sehingga tidak seyogyanya seorang muslim memusatkan serta  mengkosentrasikan pikiran, waktu, dan tenaganya demi mewujudkannya dengan menyampingkan Ibadah-ibadah yanglebih penting  lainnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Sesungguhnya pihak-pihak yang berpendapat bahwa permasalahan Al-Imamah merupakan satu tuntutan yang paling penting dalam hukum Islam dan merupakan permasalahan umat yang paling utama (mulia) adalah suatu kedustaan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin, baik dari kalangan Ahlus Sunnah maupun dari kalangan Syi’ah (itu sendiri). Bahkan pendapat tersebut terkategorikan sebagai suatu kekufuran, sebab masalah iman kepada Allah dan Rasul-Nya adalah permasalahan yang jauh lebih penting daripada permasalahan Al-Imamah. Hal ini merupakan permasalahan yang diketahui secara pasti dalam dienul Islam.” [40] Kemudian beliau melanjutkan: “…Kalau (seandainya) demikian (yakni kalau seandainya Al-Imamah merupakan tujuan utama dakwahpara nabi), maka (mestinya) wajib atas Rasulullah untuk menjelaskan (hal ini) kepada umatnya sepeninggal beliau, sebagaimana beliau telah menjelaskan kepada umat ini tentang permasalahan shalat, shaum (puasa), zakat, haji, dan telah menentukan perkara iman dan tauhid kepada Allah serta iman pada hari akhir. Dan suatu hal yang diketahui bahwa penjelasan tentang Al-Imamah di dalam Al Qur`an dan As Sunnah tidak seperti penjelasan tentang perkara-perkara ushul (prinsip) tersebut… Dan juga tentunya di antara perkara yang diketahui bahwa suatu tuntutan terpenting dalam agama ini, maka penjelasannya di dalam Al Qur`an akan jauh lebih besar dibandingkan masalah-masalah lain. Demikian juga penjelasan Rasulullah terntang permasalahan (Al-Imamah) tersebut akan lebih diutamakan dibandingkan permasalahan-permasalahan lainnya. Sementara Al Qur`an dipenuhi dengan penyebutan (dalil-dalil) tentang tauhid kepada Allah, nama-nama dan sifat-sifat-Nya, serta tanda-tanda kebesaran-Nya, tentang (iman) kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, para rasul-Nya, dan hari akhir. Dan tentang kisah-kisah (umat terdahulu), tentang perintah dan larangan, hukum-hukum had dan warisan. Sangat berbeda sekali dengan permasalahan Al-Imamah. Bagaimana mungkin Al Qur`an akan dipenuhi dengan selain permasalahan-permasalahan yang penting dan mulia?” (Minhajus Sunnah An-Nabawiyah, 1/16)[41]
Sungguh sangat mengerikan  lingkungan kita sat ini, sebagian kaum muslimin tergesa-gesa dalam menegakan Khilafah dengan semangat tanpa didasari dengan ilmu, dan lebih mengenaskan lagi sebagian mereka mencari-cari amir dan berlomba-lomba membai’atnya dengan berdalih hadits Rosul : “Barang siapa melepaskan tangan dari ketaatan, dia akan bertemu Allah pada hari kiamat dengan tidak memiliki hujjah (argumen). Dan barang siapa mati, sedangkan di lehernya tidak ada baiat, dia mati dengan keadaan kematian jahiliyah". (HR Muslim, no. 1851. Ahmad dalam al-Musnad, 2/133)[42]
Apakah jika Khilafah berdiri pada zaman ini, permasalahan selesai dan agama ini tegak?? Yang padahal diluar sana muslimin bergelimang pada kemaksiatan dan kesyirikan yang semuan ini menyebabakan kehinaan agama[43] ini, coba kita berfikir dengan logika saja dulu, jika kita membangun sebuah rumah mana yang lebih kita prioritaskan membuat pondasi kuat atau mementingkan keindahan rumah?? apakah akan tegak khilafah islamiyah yang berdiri diatas pondasi rapuh??? Maka hendaklah kita bersungguh-sungguh terlebih dahulu dalam mengajak manusia untuk memurnikan tauhid mereka yang terkontaminasi dengan kesyirikan. Kemudian barulah saat muslimin siap dengan ketakwaannya kita songsong bersama al-Khilafah Al-Islamiyah yang kita inginkan dan impikan .
  Mungkin sekiranya penjelasan ini membuka dimensi cakrawala berpikir baru sebagian kaum muslimin yang mungkin telah terkontaminasi pemikirannya dengan kesesatan, karena bagaimanapun pada zaman ini Islam telah berpecah belah dalam beberapa golongan serta kelompok, yang berbaju islam namun berpikiran menyelisihi apa yang dibawa Rosululloh Sollallohu alaihi wasallam.
Sungguh benarlah yang dikatakan Rosul kita ketika Hudzaifah rodiyallohu anhu bertanya tentang kejelekan: “ ya rosululloh sesungguhnya kita dahulu dalam keadaan jahiliyah dan kejelekan kemudian Alloh mendatangkan kebaikan kepada kita ,apakah setelah kebaikan ini aka nada kejelekan?Rosululoh bersabda:” Ya, tapi kebaikan tersebut tercampur dengan kesuraman”,aku berkata: “Apa bentuk kesuraman tersebut?”, Dia berkata:”Adanya satu kaum yang berperinsip selain dengan sunnahku, dan mengambil petunjuk selain petunjukku, engkau mendapati kebaikan pada mereka di sayu sisi, namun disisi lain engkau mengingkari kemungkaran yangada pada mereka”.aku berkata:” apakah setelah kebaikan itu masih ada kejelekan lagi?” Dia berkata :” ya, yaitu muncul sekelompok da’I yang berada didepan pintu-pintu jahanam,barang siapa memenuhi seruan mereka maka mereka akan melemparkannya ke neraka Jahannam” aku berkata:” ya rosululloh sebutkan kriteria itu kepada kami!” Dia berkata:”Mereka adalah suatu kaum  yang berasal dari bangsa kita dan berbicara dngan bahasa kita”Aku berkata:” ya rosululloh apa nasehatmu jika kondisi itu menemui aku?DIa berkata:”Wajib atasmu untuk berpegang teguh dengan Jamaatul muslimin ( pemerintah Muslimin) dan penguasa mereka.kemudian Aku berkata:”kalau seandainya mereka tidak memiliki pemerintah dan penguasa?” Rosululloh menjawab:”maka tinggalkanlah semua kelompok, walaupun engkau terpaksa harus menggigit akar pohon hingga kematian datang menemuimu sementara engkau tetap berada dalam keaaan seperti itu” [44]
Dan salah satu pemikiran yang tumbuh subur yang melekat pada sebagian pemuda Muslimin pada saat ini adalah pemikiran Anjing neraka Khowarij[45] yang ringan lisannya untuk mengkafirkan orang lain, sungguh ini adalah musibah besar untuk umat ini sehingga tak hayal mereka  mudah membunuh orang lain tanpa haq dan mengebom sana-sini dengan dalih “kafir”.
Maka hendaklah kita terus mencari Ilmu sehingga terhindar dari fitnah tersebut, karena bagaimanapun ilmu itu dituntut sebelum berkata apalagi mengamalkan.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua, sungguh saya sadar bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, jika didapati dalam tulisan ini kebenaran maka kebenaran dari Alloh, dan jika kiranya terdapat kesalahan maka kesalahan itu dari kejahilan saya dan dari Syaiton yang tidak ridho jika Agama ini kembali mulia.Robby zidny ‘Ilman warzuqni Fahman!!
Kita meminta kepada Alloh Taufiq dan Hidayah,kemudian solawat serta salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad solallohu alaihi wasallam , dan para keluarganya serta para sahabatnya, dan akhir seruan kami adalah “ Alhamdulillahi robbil alamin “

footnote:

[1] Kesalah pahaman dalam pembedaan ini amatlah fatal, contohnya jika kita mengatakan Indonesia adalah Negara kafir maka akan ada hukum-hukum yang berkaitan dengannya, contoh  Negara Indonesia boleh diperangi oleh Negara- Negara Islam lainnya karena kekafirannya ,
[2] Jadi dapat kita simpulkan bahwa tolak ukur pembedaan Daulah Islamiyyah atau Daulah Kafirah terletak pada kondisi penduduknya, dan bukan sistem hukum yang diterapkan dan bukan pula sistem keamanan yang mendominasi negeri tersebut sebagaimana yang diterangkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. (lihat Majmu’ Fatawa, 18/282)
[3] Lihat penjelasan lebih jelasnya di kitab Syarh al-ushul ats-tsalatsah tulisan Syekh Al-Utsaimin cet Dar Al-Aqidah  hal107 atau dalam bahasa indonesianya buku Ulasan tuntas tentang 3 perinsip pokok , cet Yayasan AlSofwa hal 219.
[4] (HR.Bukhari no. 610 dan Muslim no. 1365)
[5] (Syarh an Nawawi li ShahihMuslim 4/84)
[6] (Al Jami'  Liahkamil Qur'a n 6/225)
[7]  (Syarh Zarqany li Al-Muwatha' 1/215)
[8] Senada dengannya apa yang telah dikatakan disebuah milis yang dikirimkan seorang ikhwan yang berbicara tentang daulah Islam Iraq, disitu ditulis :´ ..atau Negara-negara Murtad seperti Arab Saudi,jordan,atau negara kafir murtad seperti Malaysia dan Indonesia…" (Astaghfirulloh, begitu entengnya mengkafirkan, yang padahal ia ( dimilis tersebut tidak dicantumkan namanya )sendiri tinggal di Indonesia, kenapa gak hijrah ja ke Iraq sana.
[9] Rosululloh bersabda "Bila seseorang mengkafirkan saudaranya, maka kekafiran itu kembali pada salah seorang diantara keduanya. Dalam riwayat lain: jika benar tuduhannya..., kalau tidak, (maka) akan membalik kepada dirinya". [HR Muslim, Kitab Al Iman, Bab: Bayan Hali Man Qala Li’akhihi Ya Kafir]”
[10] Abdulloh bin Abbas Rodhiyallahu anhuma dikenal dengan julukan “Penerjemah al-Quran dengan barokah do’a Rosululloh Shallallahu alaihi wa sallam.Rosululloh mendoakannya : “Ya Alloh, pahamkan dia dalam agama dan ajarilah dia tafsir” [Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad 1/328 dan dishohihkan sanadnya oleh Syaikh Ahmad Syakir ] , lbnu Mas’ud Rodhiyallahu anhu berkata : “Sebaik-baik penerjemah al-Qur’an adalah lbnu Abbas” [Diriwayatkan oleh lbnu Jarir dalam Muqoddimah Tafsir-nya dengan sanad yang shohih]
[11] [Tafsir Ibnu Jarir 10/355]atau lihat kitab Al-Mustadrok karya al-Imam Al-Hakim (II/313) sanadnya dishohiihkan beliau dan disepakati oleh adz-dzahabi dan diShohihkan oleh Syekh Al-Albany dalam as-shohihah no :2552
[12] Perincian kekufuran menjadi dua : kufur akbar dan kufur duna kufrin (kufur kecil) adalah pendapat para sahabat yang merupakan orang paling berilmu tentang Kitabulloh di antara umat ini serta paling tahu tentang Islam dan kufur berikut hal-hal yang menyertai keduanya. Inilah pendapat ulama Ahli Sunnah dari masa ke masa. Adapun pendapat yang memutlakkan kekufuran dengan mengatakan bahwa setiap yang berhukum dengan selain hukum Alloh maka dia kafir, keluar dari Islam secara mutlak tanpa perincian -mengingkari kewajiban berhukum dengan hukum Alloh ataupun tidak-, maka ini adalah pendapat Khowarij.

[13] . [Bait-bait syair Abu Bashir di atas dinukil oleh Syaikh Robi’ bin Hadi al-Madkholi hafizhahullah di dalam makalah beliau yang berjudul Man Humul Khowarij Mariqun wal Murji’ah Mumayyi’un] Syekh Robi’ mengatakan Bahwa pemikiran Abu Bashir terpengaruh dengan Khowarij.
[14] Penamaan ini didisarkan dari perkataan Syekh Al-Albany Rohimahulloh didalam Silsilah Shohihah 6/115
[15] Perlu diketahui juga, bahwa para ulama ada yang membagi kufur menjadi 2, yaitu I’tiqodi ( keyakinan)yang mengeluarkan dari Agama, dan Amaly (amal)yang tidak mengeluarkan dari Agama,maka sungguh celakalah orang yang mengkafirkan orang yang bersumpah dengan selain  Alloh dengan bersandar Hadits “barang siapa yang bersumpah dengan selain Alloh maka ia sungguh telah Kafir atau Musyrik ( Hr.Tarmidzy)” karena kekufuran dihadits ini adalah Amaly dan Syirik Asghor
[16] Dan beliaupun membagi tingkatan-tingkatannya, yaitu kafir jika Jika meyakini bolehnya berhukum dengan selain apa yang diturunkan Allah atau meyakini, bahwa hukum selain Allah sama baiknya dengan hukum Allah atau  meyakini, bahwa hukum selain Allah lebih baik dari hukum Allah. Dan bahwa siapa saja yang berhukum dengan selain hukum Alloh dengan mengakui wajibnya berhukum dengan hukum Alloh dan tidak mengingkarinya, maka dia belum sampai kepada kekufuran
[17] Lihat Kitab Al Al Qaul Al Mufid ‘Ala Kitab At Tauhid hal.266-269
[18] Sekedar mengingatkan, rosululloh bersabda :"Barangsiapa yang melihat sesuatu yang dia benci dari amir (kepala pemerintahan)nya, maka hendaklah ia bersabar..."
[19] Saya sebut dengan “kekerasan”  sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Dr. Ibrahim bin 'Amir ar Ruhaili, seorang guru besar jurusan aqidah pada Universitas Islam Madinah ( pada Daurah ke VI di Lawang, Jatim, yang diselenggarakan oleh Ma'had al Irsyad al 'Ali as Salafi, Surabaya yang ditulis dimajalah As-sunnah)) dan maksud dari disepakati dan diridhai oleh umat manusia adalah dengan cara pemilihan
[20] Kaifiyatnya memang menyimpang dan Bid’ah dan hendaklah seorang muslim menjauhkan diri darinya namun kesepakatan manusia pada akhirnya dalam pengangkatan pemimpin inilah yang dijadikan acuan.
[21] Sebagaimana Firman Alloh tentang pengangkatan Sulaiman setelah daud dalam kenabian dan kerajaan   “Dan Sulaiman telah mewarisi Dawud” [An-Naml ; 16]
[22] padahal  tidak ada di dalam kitab Allah, Sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Sunnah Khulafa ur-rasyidin, pemahaman imam-imam agama pada generasi-generasi yang utama (tiga generasi awal umat Islam, pent), bahkan tidak ada pada sepuluh generasi setelahnya, peraturan penetapan kekuasaan dengan suara-suara pemilih, apalagi lebih mengutamakan suara-suara pemilih. Hal itu hanyalah taqliid (mengikuti tanpa ilmu) terhadap undang-undang buatan manusia dan menjadikan pendapat mayoritas (suara terbanyak) sebagai pemutus hokum. Yang ada hanyalah penunjukan dan wasiat amir sebelumnya ( sebagaiman yang dilakukan Rosululloh terhadap Abu Bakr dan Abu Bakar terhadap Umar ) atau dengan Musyawaah para ahlul Halli wal aqdi ( sebagaimana yang dilakukan tokoh-tokoh dari sahabat terhadap Ali ) dan juga dengan system keturunan.
[23] Silahkan Lihat di Kitabnya Ma’rakatul Islam wa Ra’sumaliyah (Pergulatan Islam dengan Kapitalisme), Penerbit Darusy Syuruq, Tahun 1414H, halaman 72-73
[24] para ulama jika ada perbedaan dikalangan manusia, maka pendapat imamlah yang diikuti,mereka mengatakan "ijtihad seorang imam (pemimpin atau kepala negara) menghilangkan perselisihan pendapat". Syaikul Islam Ibnu Taimiyah memberikan perumpamaan sederhana seperti ini:” "Sebagian ulama melakukan shalat berjama'ah di belakang imam yang menurut keyakinan mereka, wudhu`nya kurang". Yakni, sebagian imam yang berpandangan bahwa mengusap kepala hanya pada sebagian kepalanya sebagaimana madzhab Imam Syafi'i, dijadikan imam shalat, di belakangnya berma'mum orang-orang yang berpandangan bahwa mengusap kepala harus semuanya.Sedangkan orang yang berpandangan mengusap kepala hanya pada sebagian kepala, jika melihat orang yang mengusap kepala secara keseluruhan akan berkata "wudhu` orang ini tidak benar", namun apabila ia shalat dan menjadi imam, maka ia harus diikuti, sebab ia adalah imam. Jadi ijtihad imam menghilangkan perselisihan. Para fuqaha telah menyebutkan suatu kaidah, "barangsiapa yang shalatnya sah bagi dirinya, maka ia sah untuk dijadikan imam"
[25] contoh kecil misalnya Allah Ta’ala memang telah  mensyari’atkan musyawarah di antara kaum muslimin, namun hasil musyawarah tidaklah wajib diikuti oleh penguasa. Buktinya Abu Bakar menyelisihi mayoritas sahabat –atau semua sahabat- dalam memerangi orang-orang yang tidak mau berzakat. Bahkan beliau menyelisihi sebagian sahabat yang tidak setuju penunjukkan Umar sebagai penggantinya.
[26] Yaitu  perlindungan terhadap Jiwa, Harta, Agama, Kehormatan  dan Akal
[27] kelompok Khowarij adalah Kelompok yang mengeluarkan para pelaku dosa besar dan Islam, dan menghukumi bahwa para pelaku dosa besar ini kekal dineraka dan Kelompok yang kedua adalah kelompok Murji’ah yaitu menjadikan para pelaku dosa besar ini seperti orang-orang mu’min yang sempurna keimanan mereka! Kelompok pertama ghuluw (berlebihan) dan kelompokkedua sembrono dan menggampangkan. Adapun Ahlusunnah wal jamaah maka ia pertengahan dari mereka.
[28] Saya teringat dengan seorang pengkhutbah, yang mengatakan pembagian Syirik menjadi syirik besar ( mengeluarkan dari agama) dan Syirik kecil ( tidak mengeluakandari Agama) adalah kesesatan, karena ia meyakini semua Syirik Alloh tidak akan mengampuninya dan menjadi kafir. Bayangkan kefatalan perkatan tersebut, jika demikian maka  telah banyak orang yang menjadi kafir didunia ini dengan syirik kecilnya ( bersumpah dengan selain Alloh,menyembelih untuk  selain Alloh etc) ,tapi Alhamdulillah setelah berdialog dengan kami ia mau ruju’ dari kesalahanya. Innalloha yahdy man yasya
[29] Dan perlu juga dicatat, bahwa para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak ada satupun yang mempersoalkan dasar negara pemimpin tersebut, apakah dasarnya Islam atau sekuler. Tetapi yang menjadi ukuran apakah pemimpinnya muslim atau kafir , baik muslim yang adil dan bertakwa atau yang zalim dan fasik, tetap wajib menaatinya dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah. serta negaranya islam atau kafir, barangsiapa yang mengatakan dasar ketaatannya adalah Hukum yang digunakan, kami minta dalilnya!
[30] Ulama  berkata:” haji dan jihad dilakukan bersama penguasa dari Orang muslim,baik maupun jahat tidak ada yang membatalkannya dan merusakannya( lihat Syarh Al-Aqidah At-Thohawiyah)”saya tegaskan lagi yang perlu kita garis bawahi bahwa Ukuran ketaatan ulil amri adalah keislamannya
[31] Saya teringat perkataan Imam Ahmad ketika ditanya tentang memberontak terhadap Kholifah Al-Watsiq bin Al-Mu’tashim yang berhaluan Mutazilah ( perlu diketahui 3 khalifah yang mengatakan khulqul quran yaitu :al-ma’mun,al-mu’tashim & al-watsiq mereka semua hidup semasa Imam Ahmad) ia berkata : “Hendaklah kalian mengingkari dengan hati  kalian, dan jangan sekali-kali mencabut tangan dari ketaatan , dan jangan pula mematahkan persatuan kaum muslimin, dan jangan pula kalan menumpahkan darah kaum mslimin, pertimbangkan akibat perbuatan kalian tersebut dan sabarlah kalian sampai orang-orang yang baik meninggal Dunia atau sebaliknya pemimpin dzolim itulah yang meninggal dunia” coba renungkan dan bandingkan dengan kearogansian orang-orang saat ini yang mudah mengkafirkan penguasa dan mudah menyulut kebencian terhadapnya dan pada akhirnya berusaha untuk menggulingkannya .
[32] Berdasarkan Hadits : "Sesungguhnya, ketaatan hanyalah dalam hal yang ma'ruf."(  HR Imam Bukhari, kitab Al-Ahkam, Bab. As-Sam'u wat Tha'atu lil Imam Ma Lam Takun Ma'shiyatan, no. 7145 dan Imam Muslim, kitab Al-Imaratu, Bab Wujubu Tha'atil Umara fi Ghairil Ma'shiyati, no. 4742)
[33] Lihat pembahasan  Syekh Utsaimin yang lalu.
[34] (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibni ‘Utsaimin, 2/147-148, no. 229)
[35] (HR. Ahmad, al-Musnad 4/273, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 5)
[36] Lihat Surat An-Nur ayat 55, berkata Ibnul Qayyim tentang ayat ini : “(Ayat) ini mengabarkan tentang ketetapan dan kebijaksanaan Allah  terhadap makhluk-Nya yang tidak akan mungkin berubah, bahwa barangsiapa yang beriman danberamal shalih maka Allah  akan mengokohkannya di muka bumi dan memberikan khilafah kepadanya, tidak membinasakan dan menghancurkan mereka sebagaimana (Allah) membinasakanorang-orang yang mendustakan para rasul dan menyelisihi mereka. Allah mengabarkan kebijaksanaan dan muamalah-Nya terhadap orang yang beriman kepada para rasul dan membenarkan mereka bahwa Allah akan memperlakukan mereka sebagaimana Allah memperlakukan orangorangsebelum mereka dari para pengikut rasul.” (Jala`ul Afham hal. 287, karya Ibnul Qayyim)
[37] Diantaranya adalah pemerintah Indonesia memiliki wilayah dan kekuasaan demikian pula masyarakat Indonesia mengakui kepemimpinan Indonesia atas mereka.
[38] Sebagimana yang dikatakan oleh Syekh Al-Albany  “Tegakkanlah Daulah Islam dalam hati kalian, niscaya akan ditegakkan Daulah Islam di negara kalian.”(lihat At-Tashfiyah wat-Tarbiyah hal. 33, transkrip ceramah Asy-Syaikh Al-Albani)
[39] Diantaranya adalah Al-Imam Abul Hasan Al-Mawardi ia berkata di dalam kitabnya Al-Ahkam As-Sulthaniyah: “…Jika telah pasti tentang wajibnya (penegakan) Al-Imamah (kepemerintahan/kepemimpinan) maka tingkat kewajibannya adalah fardhu kifa-yah, seperti kewa-jiban jihad dan menuntut ilmu.” Sebelumnya beliau juga berkata: “Al-Imamah ditegakkan sebagai sarana untuk melanjutkan khilafatun nubuwwah dalam rangka menjaga agama dan pengaturan urusan dunia yang penegakannya adalah wajib secara ijma’,bagi pihak yang berwenang dalam urusan tersebut.” Dan Imamul Haramain juga menyatakan bahwa permasalahan Al-Imamah merupakan jenis permasalahan furu’. (Al-Ahkam As-Sulthaniyah, hal. 5-6)
[40] (Minhajus Sunnah An-Nabawiyah, 1/16)
[41] Mari kita bandingkan dengan apa yang dikatakan dan diyakini sebagian muslimin dewasa ini bahwa :Permasalahan Al-Imamah adalah inti permasalahan dalam kehidupan kemanusiaan dan merupakan pokok dasar dan paling mendasar dan ia merupakan Puncak tujuan agama yang paling hakiki adalah penegakan struktur Al-Imamah (kepemerintahan) yang shalihah dan rasyidah. Serta Permasalahan Al-Imamah  adalah tujuan utama tugas para nabi.
[42] Yang padahal Bai’at yang dimaksud Hadist diatas adalah baiat taat kepada imam yang nyata keberadaannya dan disepakati oleh ahlul hali wal-‘aqd (tokoh-tokoh kaum muslimin), ia memiliki wilayah dan kekuasaan serta menegakkan syariat dan disepakati oleh kaum muslimin. Imam yang memiliki kekuasan, menegakkan syariat Islam, hudud, mengumumkan perang maupun damai, dan lain-lainnya berkaitan dengan kewajiban dan hak seorang imam. Bukan baiat atas pemimpin jamaah didalam Negara sebagaimana yang dilakukan Hizbiyun dewasa ini. Adapun kita sebagai rakyat biasa tidak mesti berbaiat datang bersalaman dan bersumpah didepannya, sebagaimana yang dikatakan Al-Imam An-Nawawi rahimahulllahu:”Adapun bai’at, para ulama telah sepakat bahwa tidak disyaratkan sahnya bai’at dengan adanya bai’at dari seluruh manusia, tidak pula dari semua ahlul halli wal ‘aqdi. Hanyalah disyaratkan bai’at mereka yang mudah untuk mencapai kesepakatan mereka dari kalangan para ulama, para pemuka dan tokoh-tokoh masyarakat.” (Syarah Muslim, An-Nawawi rahimahulllahu, 12/77) dan Al-Maziri rahimahulllahu berkata:Cukup dalam membai’at imam dilakukan pihak ahlul halli wal ‘aqdi dan tidak wajib bagi seluruhnya. Tidak mesti setiap orang harus hadir lalu meletakkan tangannya di tangan (orang yang di bai’at). Namun cukup menyatakan komitmen ketaatan dan tunduk kepadanya dengan tidak menyelisihinya serta tidak merusak persatuan.” (Fathul Bari, 7/494)
[43] “Apabila kalian telah berjual beli dengan cara ‘inah2, dan kalian telah disibukkan denganmemegang ekor-ekor sapi, dan telah senang dengan bercocok tanam, serta kalian telahmeninggalkan jihad, niscaya Allah akan timpakan kepada kalian kehinaan. Tidak akan dicabutkehinaan tersebut sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Dawud, Ahmad.Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani di dalam Ash-Shahihah no. 11)
[44] ( HR Al-Bukhory no 3606,7084 dan Muslim no 1847)
[45] Rosululloh bersabda tentangnya :”Akan keluar pada akhir zaman, suatu kaum yang muda umurnya, pendek akalnya. Mereka mengatakan sebaik-baik ucapan manusia, mereka membaca Al-Qur’an tapi tidak melewati kerongkongan mereka,mereka melesat keluar dari batas-batas agama ini, seperti melesatnya anak panah dari tubuh buruannya maka jika kalian mendapati mereka, perangilah mereka, karena sesungguhnya siapa orang yang memerangi mereka akan mendapat pahala disisi Alloh pada hari kiamat ( Muttafaqun alaih)

5 komentar:

  1. hebat euy,,,syukron ustadz>> atas ilmu.a

    BalasHapus
  2. hujjah yang terbantahkan,, syukron ane cari2 yang mantab seperti ini,,, numpang nge share yach!!!

    BalasHapus
  3. Tafadhool..akhy..!! smoga bermanfaat ya..!!

    BalasHapus
  4. Ustadz ana jadi makin bingung ya!hehehe, jadi Indonesia negara islam gitu???atau bagaimana?? bukankah Negara ini berhukum dengan Thogut???tolong pencerahannya!!!

    BalasHapus
  5. barakallahu fiikum ya ust, alhamdulillah saya telah menemukan jawaban atas syubhat sebagian kaum muslimin yang mengakfirkan pemerintah, izin copas ya tadz.

    BalasHapus